Selasa, 31 Januari 2012

Mahakarya Dari Perbaungan Bernama Serampang XII



BILA membicarakan kesenian tradisionil Melayu, khususnya seni tari, tentulah nama Perbaungan tak bisa diabaikan begitu saja. Kota yang kini berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai di Sumatera Utara ini bukan saja pernah menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Serdang di masa lalu, tapi kota ini adalah kota kelahiran seniman tari tradisonil Melayu ternama Guru Sauti. Di kota inilah mahakarya tari yang terkenal bernama Serampang XII tercipta dan berkembang.





Sebenarnya Kota Perbaungan bukan saja pernah melahirkan seorang bernama Sauti dan Serampang XII, tapi masih ada lagi seni tradisi yang lahir dan berkembang dari kota ini misalnya Drama Tradisionil Makyong, Drama Bangsawan, Tarian Zapin dan juga Pencak Silat Lintau. Namun karena tulisan ini fokus pada tari Serampang Dua Belas maka hal yang lain tersebut tidak diketengahkan.

Memang begitulah kenyataannya. Beberapa seniman dan pengamat kebudayaan yang sempat penulis wawancarai untuk melengkapi tulisan ini mengatakan, bila membicarakan seni tradisionil Melayu, seni tarinya merupakan hal yang “populer”. Dalam kaitan itu Serampang XII tak bisa diabaikan.

“Bila sudah menyangkut ‘Serampang XII’ tentu saja ada Sauti dan Perbaungan di situ,” ujar Zubaidi (70) pada penulis akhir April 2011 lalu. Artinya, Serampang XII pernah berjaya. Ciptaan anak Perbaungan ini pernah melanglang ke negara Asean hingga ke Jepang bahkan ke beberapa negara Eropa . Dalam setiap pagelarannnya nama Sauti dan kota kelahirannnya ikut populer.

“ Masa keemasannya,banyak seniman dari banyak kota dan negera datang ke Perbaungan untuk belajar tari itu,” kenang Zubaidi.

Awal Perkembangan

Zubaidi adalah seniman tari Melayu yang tinggal di Perbaungan. Lelaki yang mulai tampak renta ini adalah murid pertama Guru Sauti yang menerima pelajaran tari Serampang XII yang fenomenal itu.Walau ia tak pernah tampil ber-serampangduabelas ke manca negara, tapi ia cukup bangga karena sebagai murid pertama yang menerima ajaran tari itu dari Sauti, bersama Jose Rizal Firdaus, seorang seniman tari terkemuka di Sumatera utara, pernah tampil di banyak pagelaran di Indonesia.

Dari keterangan Zubaidi dan beberapa sumber yang penulis perolehSerampang XII adalah tarian tradisional Melayu yang berkembang di masaKesultanan Serdang. Tarian ini menurut Zubaidi merpakan inspirasi dari irama “Tari Lagu Dua” yang
digandakan tempo atau kecepatannya (2/4).

Dengan kecepatan tempo tentu tidak pernah diiringi dengan nyanyian . Tarian ini mengutamakan gerakan yang lincah. Gerak kaki yang banyak melompat-lompat, gerak cepat tangan serta lirikan mata.
Serampang XII dipersembahkan pada khalayak ramai, atau pada pertunjukan akbar pada 9 April 1938 di Grand Hotel Medan.

Pada pertunjukan perdana ini Guru Sauti sendiri yang menampilkannya bersama OK Adram dengan pasangan penari perempuan masing-masing. Sejak penampilan inilah tari ini
menjadi perhatian dan perbincangan khalayak, khususnya para seniman tari Melayu kala itu.

Kemudian tarian ini ditampilkan kembali di tahun 1941 dalam rangka malam dana dan amal dari masyrakat yang dikoordinir oleh “Commite Bandjiir Serdang”, sehubungan di kala itu wilayah Serdang dilanda banjir. (lihat buku Karya Tuanku Luckman Sinar’ Kebudayaan Melayu Sumatera Timur’).

November 1952 oleh yayasan “Budaya Medan “ pimpinan Schoolpziener Abdul Wahab” (masa itu menjadi Kepla JawatanKebudayaan Sumatera Utara), dimana Sauti bersama kawan-kawannya diberi kesempatan untuk tampil kembali membawakan Serampang XII (lihat buku Karya Tuanku Luckman Sinar’ Kebudayaan Melayu Sumatera Timur’).

Setelah tampil di tiga hajatan tersebut Serampang XII menjadi populer di wilayah pantai pesisir timur Sumatera. Kemudian secara perlahan berkembang ke berbagai wilayah kota provinsi yang ada di Sumatera, termasuk Aceh. Hingga akhirnya tarian ini populer juga di kawasan negara Asean.

Di era1940-an hingga era1960-an Serampang XII memetik masa keemasannya. Kota Perbaungan dan Sauti sendiri banyak didatangi para seniman dan akademisi kebudayaan dari Asean untuk menggali lebih dalam soal tarian ini.

Asal usul

Dari pengakuan Zubaidi, beberapa pemerhati seni budaya Melayu dan buku “Kebudayaan Melayu Sumatera timur” terungkap bahwa asal usultarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari.Karena tari ini tidak beraturan maka datanglah pemikiran dari Sauti untuk menciptakan tarian dengan dua belas ragam tari yang kemudian disebutnya
Serampang XII.

Dari beberpa kali pertemuan yang pernah penulis lakukan (semasa penulis menjadi Redaktur Budaya Harian Waspada- Thn 2000 s/d 2008) dengan seniman tari Melayu Tengku Mira Sinar, dapatlah terangkum sperti ini : Semelua berawal dari Tari Pulau SariKemudian diganti Serampang XII karenanamapulau Sari dirasa kurang tepat oleh Sauti. Di samping tarian ini bertempo cepat (quick step).

Semuatarian yang diawali kata “pulau” biasanya bertempo rumba, seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang XIImemiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang XII. Makna “dua belas”sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat di antara lagu yang bernama serampang.

Tari Serampang XIImerujuk pada ragam gerak tarinya yang berjumlah 12, yaitu: 1- Ragam tari permulaan/pertemuan pertama, 2- Ragam tari cinta meresap, 3-Ragam tari memendam cinta,4- Ragam tari menggila mabuk kepayang,5- Ragam tari isyarat tanda cinta,6- Ragam tari balasan isyarat,7- Ragam tarimenduga,8- Ragam tari keraguan,9- Rgam tari jawaban,10- Ragam tari pinang-meminang,11- agam tari mengantar pengantin, 12- Ragam taripertemuan kasih.

Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan kolaborasigerak antara tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya.

Soal pengaruh Portugis ini banyak pemerhati seni budaya Melayu sepakat dengan Mira Sinar. Seni Budaya Portugis memang mempengaruhi bangsa Melayusejak bangsa Eropa ini menjajah ke wilayah pesisir pantai timur. “Campuran” initerlihat dari gerak tari tradisionilnya (Folklore) dan irama musik tari yang dinamis, dan itu tersimak dengan nyata dapat dari tarian Serampang XII.

Dalam sebuah kesempatan berbincang dengan Seniman Tari senior Sumatera Utara Jose Rizal Firdaus, terjelaskan juga bahwa Tari Serampang DuaBelas memang ada pengaruh budaya Portugis. Dan tari ini juga berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna.

Pada awalnya tarian ini hanya dilakukan sepasang lelaki karena pada waktu itu dinilai tabu bila tarian ini dilakukan perempuan dengan melenggak-lengokan tubuhnya. Lalu pada perkembangannya kemudian perempuan diperbolehkan.

Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang XIIternyata berpengaruh positif terhadap perkembangan tarian ini.

Tak Bertuan

Sejak tahun pertama tarian ini diciptakan hingga tahun 70-an perkembangan dan kualitasnya cukup membanggakan.Berbagai hajatan selalu saja ada tari ini ditampilkan. Ada dalam bentuk lomba di berbagai jenjang pendidikan sampai bermunculan banyak sanggar seni tari Melayu di banyak kota.

Sayangnya, ketika memasuki era 90-an denyut tarian ini memantik keprihatinan dan kegelisahan. Betapa tidak, bukan saja soal kuantitas dan kualitas, tapi ada hal yang teramat miris. Di kota Perbaungan, sebagian besar masyarakatnya tidak tahu siapa Guru Sauti. Banyak yang tahu secara utuh apa dan siapa di balik Serampang XII, bahkan tak tahu tarinya.

Di Perbaungan, di kota kelahiran Sauti tak ada lagi ditemui sanggar tari tradisionil Melayu yang tubuh secara serius. Kalau pun ada hanya dadakan.Itu pun teramat langka mencarinya. Dan penulis selalu mendapatkan para remaja yang kebetulan menari Serampang XII tak tahu sipa pencipta tari yang ia tarikan dan juga makna gerakan yang ditarikan.

Di tempat lahirnya tari ini seperti tak bertuan. Di Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki motto “Tanah Bertuah Negeri Beradat” Sauti dan Serampang XII-nya tak dipertuan: disayangi, dikenali dan dilestarikan. Tak ada sanggar tari Melayu yang dikelola secara profesional untuk anak dan remaja menggali Tari Persembahan dan Serampang XII. Sesekali ditampilkan di sela acara kebupatian tanpa jelas asal usul penari dan kelanjutan sanggar dan tarian itu.

“Saya capek dan letih. Memberi usulan dan menyampaikan pendapat pada Pemkab. Agar dibuka lembaga atau sanggar tari Melayu dan mendirikan museum Sauti. Karena lambat laun sejarah Sauti, Serampang XII akan hilang ditelan zaman,” keluh Zubaidi menyimak kepedulian pemerintah daerahnya terhadap kesenian khususnya kesenian Melayu itu sendiri.” Kota Perbaungan serta wilayah Serdang Bedagai ini masyarakat Melayunya mayoritas. Bupatinya juga orang Melayu, tapi kesenian Melayunya mati,” keluhnya lagi.

Keberadaan Tari yangpernah jayaitu memang menghadirkan banyakkemirisan. Di kota kelahirannya Perbaungan, di Kabupaten Serdang Bedagai, yang katanya beradat itu. tarian ini tak dilestarikan. Sauti sang penciptanya tak dikenal dan tak satu pun ada penghargaan yang diberikan padanya.

Pada sisi yang lain menurut Jose Rizal Firdaus,salah satu yang mengkhawatirkan dari keberadaan tari iniadalah pendangkalan dalam hal teknik menari. Hal ini disebabkan oleh orang-orang dari luar daerahSerdang Bedagai atau Deli Serdang yang memainkan tarian ini tidak didukung oleh penguasaan terhadap teknik yang benar.

Akibatnya, terjadi pergeseran teknik tari dari aslinya.
Kepedulian generasi muda kepada tari ini tak ada lagi. Tak adanyapersebaran tarian ini ke berbagai daerah ternyata semakin tidak diimbangi dengan meningkatnya kecintaan generasi muda terhadap tarian ini. Kondisi ini tidak saja dapat menyebabkan tarian ini hilang karena tidak ada penerusnya, tapi juga bisa hilang karena diklaim oleh bangsa lain
Jose melihat untuk menyelamatkan tari inipemerintah harus melakukan proteksi agar tarian ini tidak diklaim oleh pihak lain, yaitu dengan mematenkan hak ciptanya.

Langkah berikutnya mendekatkan Tari Serampang DuaBelas kepada anak-anak dan remaja. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan tari inisebagai salah satu materi pengajaran muatan lokal.
Dengan cara ini, maka kita telah berusaha menanamkan kepada generasi muda rasa cinta, bangga, dan rasa memiliki terhadap Tari Serampang XII.

Menyelenggarakan perlombaanberkesinambungan dan memberi perhatian serius pada para pemenang tari merupakan kewajibann pemerintah daerah.Menyelenggarakan perlombaan tari artinya mencari orang yang mempunyai kemampuan terbaik dalam menari.

Pemerintah daerah, terutama daerah yang punya kaitan historis dengan tarian ini, harus mampu melahirkan strategi yang bijak:setiap orang secara halus “dipaksa” untuk mempelajari Tari Serampang XIIsecara baik dan benar. Jika cara ini berjalan, maka ada dua hal yang dicapai sekaligus, yaitu lestarinya Tari Serampang XIIpada satu sisi, dan terjaganya kualitas teknik tari inipada sisi yang lain.

Memberikan jaminan kesejahteraan hidup para pelestarinya. Perlu membuat terobosan agar para pelestari Serampang XII, dan juga para pelestari warisan budaya lainnya, dapat hidup layak.

Akhirnya, suka atau tidak dengan kondisi kekinian tarian ini , Serampang XII merupakan mahakarya yang pernah lahir dari seorang Sauti di Kota Perbaungan. Sejarah pernah memberinya ruang tentang sebuah kejayaan dan kebanggaan. Tinggal sekarang apakah kita ingin membenam masa lalunya atau melestarikan demi kebanggan anak cucuk kita. Bila tidak segera, jangan terkejut bila satu waktu ada negera lain yang mengklaim tarian ini adalah milik mereka!****


Oleh: Adi Mujabir
Sumber: http://www.medansatu.com/node/3931

5 komentar:

  1. luar biasa abangda....
    ini sejarah yang harus kita lestarikan keabsahannya...
    dan saya juga baru tahu kalau tari serampang dua belas itu dari perbaungan....

    BalasHapus
  2. sebagai putra perbaungan, meski saat ini sudah berdomisili di luar pulau sumatra, membaca artikel diatas saya pribadi merasa bangga sekaligus 'terenyuh' mengingat salah satu unsur budaya khas melayu yang ternyata karya cipta dari putra asli perbaungan sementara ini tak tersentuh oleh pemikiran arif terutama dari pihak pemengku jabatan dareah untuk mencoba melestarikannya. Saya jadi teringat saat sekitar awal tahun 80-an ada sanggar tari yang sy lupa namanya yang mencoba mengangkat budaya melayu terutama tariannya. Namun setelah beberapa tahun sanggar itu tak terdengar lagi gaungnya. Semoga ada kepedulian baik dari pihak pemerintah daerah atau mesyarakat melayu khususnya untuk memikirkan kelangsungan budaya asli daerah agar tetap bisa lestari dan tidak hilang tergerus jaman!

    BalasHapus
  3. Senang hati ini rasanya membaca artikel di atas yang saya baru tau bahwa tari serampang dua belas penemunya bang sauti asal perbaugan kota kelahiran saya, untuk mengingatkan komentar dari anonim diatas sanggar tari di tahun 80-an bertempat di wisma simpang tiga perbaungan
    Saya pernah ada di dalamnya sebagai anggota tari nama sanggarnya "PATRIA" bimbingan bang Jose Rizal, semoga tarian serampang XII dapat di tampilkan di acara Indonesia mencari bakat.

    BalasHapus
  4. Setahu saya paci Sayuti dengan T Nazly mengembangkan tarian serampang XII waktu itu penabuh gendangnya T Danil berangkat ke Rusia dalam rangka persahabatan sekitar tahun 70 an, berangkat dari Jakarta.

    BalasHapus
  5. Perbaungan kota serampang XII

    BalasHapus